Indonesia menjadi daerah yang akan dilewati gerhana bulan total perige atau Super Blood Moon pada Rabu (26/5). Gerhana bulan jenis ini terakhir kali terjadi pada tahun 2019. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengatakan bahwa Super Blood Moon ini terjadi akibat konfigurasi bulan, bumi, dan matahari yang membentuk satu garis lurus dan bulan berada di sekitar simpul orbitnya. Perpotongan antara orbit bulan dengan ekliptika sehingga bulan memasuki bayangan umbra bumi. Sesuai dengan namanya, bulan malam ini akan berwarna merah darah yang terlihat dengan ukuran relatif lebih besar dari fase bulan purnama biasa.
Fenomena ini akan berlangsung dengan durasi parsialitas selama 3 jam 8 menit 12 detik. Sedangkan durasi totalitas hanya berlangsung selama 18 menit 28 detik. Puncak gerhana diprediksi terjadi pada pukul 18.18.43 WIB/19.18.43 WITA/ 20.18.43 WIT dengan magnitudo umbra 1,0153 dan magnitudo penumbra 1,9787. Gerhana bulan kali ini dapat disaksikan ketika bulan terbit dari arah Timur-Tenggara hingga Tenggara dekat konstelasi Scorpius. Super Blood Moon dapat disaksikan jika kondisi cuaca cerah-berawan dan aman disaksikan oleh masyarakat tanpa alat bantu.
Dalam laporan LAPAN, wilayah Provinsi Papua akan mengalami seluruh fase gerhana sejak awal penumbra hingga akhir penumbra. Sedangkan Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo bagian Timur, Sulawesi Tengah, Kepulauan Selayar dan Sulawesi Tenggara hanya dapat menyaksikan di fase awal sebagian hingga akhir. Untuk wilayah Indonesia tengah dan barat hanya dapat menyaksikan di fase total awal, puncak, hingga akhir.
Fenomena gerhana bulan memang sering dikaitkan dengan berbagai kejadian, bahkan beberapa di antaranya adalah mitos belaka. Namun, ada sebuah fakta yang berkaitan dengan gerhana bulan ini. Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa gerhana bulan total dapat mempengaruhi situasi di bumi, terutama kondisi permukaan laut.
Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensiap dan Tanda Waktu, Rahmat Triyono mengatakan bahwa gerhana bulan total dapat mempengaruhi pasang surut air laut di permukaan bumi. “Pada saat ini, muncul efek kombinasi gravitasi bulan dan matahari yang menyebabkan terjadinya pasang surut air laut sedang maksimum. Efek inilah yang dinamakan spring tide (pasang laut purnama),” jelasnya.
Kejadian pasang surut ini tidak mesti terjadi maksimal saat puncak gerhana bulan total, bisa jadi pasang naik air laut tersebut baru terjadi beberapa jam kemudian. “Hal ini dikarenakan fenomena efek spring tide juga dikaitkan dengan kondisi fisik pantai. Meski demikian BMKG tetap memberikan peringatan kepada masyarakat yang berada di pesisir untuk waspada akan adanya banjir rob,” imbuh Rahmat.
Lebih lanjut, BMKG memperkirakan ketinggian banjir rob mencapai 10 hingga 20 centimeter dan diprediksi akan dimulai sejak puncak gerhana total. Air rob dalam fenomena ini bersifat licin hingga korosif yang berbahaya bagi kendaraan. Bahkan bisa saja menyebabkan genangan air pasang di jalanan. (Sraii)
Penulis : Sri Fatimah
Editor : Sakinah/Uke