Jadi Diplomat? Apa Sih yang Harus Dimiliki Mahasiswa HI?

Yogyakarta (30/03) – Salah satu peluang profesi kerja bagi mahasiswa Hubungan Internasional (HI) adalah menjadi seorang diplomat. Lantas apa sih yang harus dimiliki seorang mahasiswa HI untuk jadi diplomat yang seutuhnya? Dalam acara FPCI UMY Meet The Diplomat pada (27/03) minggu lalu, Hartyo Harkomoyo selaku Koordinator Urusan Informasi dan Sosial Budaya membagikan nilai – nilai penting yang harus dimiliki mahasiswa HI beserta kisah pengalamannya bertugas di 3 negara yang berbeda.

Dalam wawancaranya, Hartyo Harkomoyo yang kini sedang ditugaskan di London, UK menyampaikan bahwa setidaknya ada 4 nilai yang harus dimiliki secara utuh oleh mahasiswa HI. Pertama adalah kepribadian, menurutnya kepribadian merupakan kunci keberhasilan. “Karakter diri akan menjadi penentu baik dalam proses seseorang masuk di dunia kerja,” ujarnya.

Kedua, semangat mengembangkan diri. Dengan semangat mengembangkan diri, maka kita akan terbiasa untuk mengasah kemampuan diri yang nantinya diperlukan di tempat kerja dan siap beradaptasi di berbagai perubahan. Ketiga, fokus pada tujuan. Dalam hal ini, Hartyo menyampaikan bahwa kita harus fokus pada tujuan dalam memutuskan lingkungan kerja yang kita inginkan. Hal tersebut dianggapnya penting agar kita tidak kehilangan arah dan dapat terus memberikan kontribusi dalam pekerjaan dengan hasil yang maksimal.

Tak kalah penting lagi adalah nilai kejujuran dan ketulusan. Jujur pada diri sendiri dan jujur pada pekerjaan yang sedang kita emban. Melalui kedua hal tersebutlah seseorang akan tetap survive dalam menghadapi berbagai tantangan dalam dunia kerja. Menurutnya, melalui kejujuran dan ketulusan, maka kita mendedikasikan sebuah pekerjaan sebagai ibadah dan memberikan kontribusi bagi tempat kita bekerja dan dalam konteks yang lebih besar bagi negara.

Hartyo pun membagikan pengalamannya selama menjadi diplomat yang menurutnya layak untuk ditiru di dalam negeri. Dari 3 negara yang ia tempati, yakni Italia, Norwegia dan London. Berikut sistem yang menurutnya layak untuk diadaptasi di Indonesia diantaranya pengelolaan SDM organisasi PBB di Italia dianggap baik karena menggunakan system knowledge management sehingga intitusi tidak akan mudah goyah jika ditinggal oleh SDM-nya.

Kemudian di Oslo, Norwegia di dalam pemerintahannya mereka memiliki consensus nasional bahwa minyak yang dimiliki dan dinikmati oleh generasi sekarang harus dapat diturunkan untuk anak-cucu mereka dengan mengumpulkan hasil penjualan minyak bumi dalam sovereign health fund dan melakukan investasi. Ini dapat dicontoh sebagaimana abdi negara masih memikirkan kebaikan bagi generasi mendatang.

Sedangkan di London, UK pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk menangani Covid-19 disusun berdasarkat data dan didukung oleh para ilmuwan. Sehingga saat ini Hartyo bersama tim sedang bekerja dengan Dubes Desra Percaya untuk mengembangkan science diplomacy.

 

Reporter : Fatimah Azzahro

Editor : Sakinah/Uke

Related Posts