Indonesia Perlu Belajar dari Jepang Soal Manajemen Baliho

Pemilu 2024 yang acap kali kita sebut sebagai pesta demokrasi 5 tahunan ini baru saja berakhir. Salah satu strategi praktis yang masif digunakan dalam berkampanye adalah penggunaan baliho dan Alat Peraga Kampanye (APK) yang relevan lainnya. Baliho pemilu merupakan fenomena politik 5 tahun sekali yang hanya dipakai untuk beberapa minggu saja.

Sangat lazim kita temui ketika kita baru saja membuka pagar rumah, kita dihadapkan pada baliho-baliho dari para Calon Legislatif (Caleg) yang telah menguasai bahu jalan. Sayangnya, ada pula penggunaan APK seperti spanduk yang tidak sesuai pada tempatnya, seperti ditempelkan pada pohon-pohon yang menurut aturan dari KPU itu melanggar aturan. Padahal, di Pasal 34 peraturan Peraturan KPU No.15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum, disebutkan bahwa bahan kampanye wajib dipasang di lokasi yang tidak dilarang berdasarkan peraturan. Pemasangan juga mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat. Namun, aturan ini seakan-akan tak diindahkan oleh para aktor-aktor politik yang berkampanye.

Selain itu, penggunaan baliho juga tentunya menghabiskan dana yang besar. Para Caleg bisa saja menghabiskan setidaknya ratusan juta rupiah hanya untuk alat peraga kampanye saja (baliho). Karena hal tersebut, praktik korupsi di kalangan aktor politik ini tidak dapat terhindarkan.

Papan baliho di Jepang. Sumber: Instagram/suci_amanda_illustration

Di pemukiman penduduk Jepang sangat jarang ditemui baliho. Kalaupun ada, penempatannya harus sesuai aturan dan harus rapi. Setiap Caleg hanya memiliki satu ruang tempel poster. Meski begitu, para Caleg di Jepang merasa sudah sangat cukup dengan regulasi-regulasi alat kampanye yang telah ditetapkan oleh pemerintahnya.

Sangat jarang juga ditemukan baliho atau spanduk yang tidak sesuai dengan tempatnya, karena Pemerintah Jepang telah menyediakan satu papan khusus dengan ukuran yang sama di beberapa titik untuk tim sukses kandidat menempelkan poster kandidatnya. Tujuannya adalah untuk menyamaratakan setiap kandidat agar tidak ada poster yang besar sendirian, serta agar masyarakat bisa menilai dan mengkomparasi kandidat-kandidat politisi dalam satu tempat. Hal yang paling penting adalah agar biaya politik yang dikeluarkan oleh politisi tidak besar, sehingga mencegah mereka untuk melakukan korupsi.

 

Penulis : Muh Fauzi Usman Tunreng

Editor : Sakinatudh Dhuhuriyah

Related Posts