Sebagai seorang mahasiswa, kerap kali banyak muncul pertanyaan soal “Kamu termasuk idealis atau realistis?” Terkadang pertanyaan ini sulit dijawab dengan mantap oleh kebanyakan orang. Karena istilah idealis atau realistis sendiri memiliki spektrum yang luas. Dalam sejarah pemikiran modern, 2 istilah tersebut merujuk pada sistem pemikiran yang saling bertolak belakang secara mendasar tentang pandangan terhadap realitas. Idealis merujuk pada penganut idealisme. Istilah idealisme sendiri mengacu pada salah satu aliran dalam sejarah filsafat barat modern yang berpandangan bahwa kenyataan akhir yang sungguh-sungguh nyata itu adalah pikiran (idea) dan bukanlah benda di luar pikiran kita (materi).
Dalam arti lain, idealis merupakan kepribadian yang berpegang teguh pada prinsip atau ide yang dianutnya. Sebaliknya, realistis lebih melihat kenyataan yang terjadi atau bisa dibilang mengikuti arus. Sebagian orang ingin tetap berpegang teguh pada prinsipnya, tetapi faktanya kondisi atau lingkungan seringkali berubah-ubah membuat mereka harus menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi. Akhirnya, ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan harapannya dan membuat mereka ragu akan konsep pandangan terhadap realitas masing-masing.
Dalam filsafat, istilah realisme sebenarnya juga dipakai. Tetapi istilah realisme biasanya digunakan dalam epistemologi/filsafat pengetahuan. Misalnya ketika membicarakan teori kebenaran, ada juga pandangan yang disebut idealis, realis, realis moderat, dan macam-macam lainnnya. Tapi sifat pandangan tersebut lebih terbatas tentang problem pengetahuan manusia, bukan mengenai totalitas realitas.
Memilih Menjadi Idealis
Alangkah kerennya seseorang yang memilih menjadi idealis. Karena menjadi seseorang yang memiliki prinsip serta pandangan yang ideal terhadap suatu realitas pasti akan menjadi sosok yang dikagumi kebanyakan orang. Bagaimana tidak keren? Seringkali orang-orang idealis ini tampil mengesankan dalam menyapaikan gagasan-gagasannya. Penggunaan diksi yang ndakik-ndakik dalam berkomunkasi, seakan menghipnotis khalayak untuk mengarahkan perhatiannya pada “Si idealis” ini entah melalui tulisan atau lisan. Orang-orang macam ini memang tidak selalu, tapi banyak dijumpai sebagai seorang aktivis, motivator, trainer, jurnalis, professor atau peneliti, dan banyak pekerjaan lainnya. Tidak mudah memang menjadi seorang yang idealis. Dibutuhkan keberanian, keteguhan, serta komitmen yang tinggi, serta kepiawaian dalam beretorika. Namun, menjadi orang yang idealis sering dianggap memiliki kepribadian yang kaku, tidak fleksibel, serta memiliki egoisme yang tinggi dikarenakan mereka bersikukuh agar semua hal harus dijalani sesuai dengan keinginannya, terlepas sejalan atau tidak sejalan dengan orang lain.
Memilih Menjadi Realistis
Menilik dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang menjelaskan bahwa arti realistis adalah bersifat nyata (real) atau sesuatu yang bersifat wajar. Berbeda konsep dengan “Si idealis,” realistis adalah deskripsi mengenai seseorang yang pandai menilai realitas atau kenyataan. Melansir dari Bahai Teachings, arti realistis adalah seseorang yang memiliki pemahaman baik tentang realitas situasi dan memahami yang bisa serta tidak bisa dilakukan. “Si realistis” ini adalah mereka yang berorientasi pada fakta di kehidupan nyata. Orang-orang yang hidup dengan pemikiran realistis akan selalu berusaha memahami serta menerima realitas yang terjadi. Namun, orang realistis cenderung berpikir dangkal dan bertindak tanpa pikir panjang tanpa punya dasar yang kuat. Selain itu, mereka juga cenderung bersikap pasrah dengan keadaan yang ada tanpa dibarengi dengan usaha keras juga komitmen yang tinggi dalam menggapai tujuan tersebut.
Idealis vs Realistis
Jadi, mana yang lebih baik? “Si idealis” atau “Si realistis”? Sampai di penghujung pembahasan ini pun belum ditentukan siapa yang lebih baik diantara keduanya. Pada dasarnya tidak ada manusia yang sepenuhnya idealis atau realistis. Se-realistis apapun mereka, pasti memiliki konsep ideologinya sendiri dan berpengang teguh akan itu untuk menuju kesuksesan. Baik itu dipendam ataupun diterapkan. Sebaliknya, idealis tanpa adanya sikap realistis maka sejatinya idealisme tidak dapat terwujud dan tidak dapat dilihat fisiknya oleh orang-orang di sekitar kita.
Idealis dan realistis bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi satu sama lain secara absolut. Tanpa adanya sikap realistis, konsep idealis hanya akan menjadi harapan atau angan-angan dalam khayalan bak mimpi di siang bolong. Sedangkan sikap realistis tanpa idealis tidak akan ada perkembangan akibat terlalu pasrah dalam menjalani hidup. Jadi pada kenyataannya, sikap idealis dan relistis bukanlah hal yang kontra atau berlawanan. Sebaliknya, kedua hal itu harus selaras. Keseimbangan antara idealis dan realistis dapat menghasilkan output yang lebih baik daripada hanya ke condong ke satu sisi saja.
Penulis : Alvin Ferdiansyah
Editor : Sakinatudh Dhuhuriyah