Sering mendengar istilah ini? “Jangan menilai orang berdasarkan penampilan”.
Sebagian besar orang pasti cukup familiar mendengar istilah tersebut. Pendapat ini sering digunakan kebanyakan orang untuk menghadapi stigma seseorang terkait penampilannya. Tapi tetap tidak bisa dipungkiri bahwa penampilan merupakan hal yang cukup penting dan merupakan hal pertama yang menarik perhatian banyak orang. Karena pada dasarnya penampilan adalah hal yang pertama kali dilihat oleh orang lain (Emsile dalam Larsen 2009). Hal itu sudah menjadi naluri manusia untuk memperhatikan fisik satu sama lain. Itulah yang nantinya akan membentuk sebuah “kesan pertama”.
Kesan pertama atau yang biasa disebut “first impression” adalah bagaimana pandangan kita terhadap orang atau sesuatu yang baru kita temui atau jumpai. Contohnya, ketika pertama kali bertemu dengan seseorang, jika sikap yang ditunjukkan oleh orang tersebut adalah ramah, murah senyum dan cukup perhatian, langsung terlintas dalam pikiran kita bahwa orang tersebut termasuk orang yang baik dalam bersosialiasi khususnya. Sebaliknya, jika ada orang yang menunjukkan sikap dingin dan acuh tak acuh tentu akan menimbulkan kesan yang kurang baik bagi kita. Fenomena tersebutlah yang dapat kita sebut sebagai hallo effect.
Hallo effect merupakan merupakan bias pandangan orang terhadap individu lainnya dengan menggeneralisir perspektif seseorang (Schultz, 2010). Atau dengan kata lain, hallo effect merupakan penilaian terhadap orang lain hanya berdasarkan kesan pertama yang dilihat dari orang tersebut. Meskipun sudah disampaikan sebelumnya, bahwa kita dilarang menilai hanya dari luarnya saja, tapi juga harus menilai dari sudut pandang yang objektif. Akan tetapi, kebiasaan untuk menilai orang dari penampilan itu merupakan hal yang dipandang cukup normal untuk dijadikan standar penilaian. Contohnya saja ketika ada perusahaan yang membutuhkan pegawai dengan syarat “berpenampilan menarik”. Apakah hal tersebut dipandang salah? Tidak juga. Karena jika yang mengutamakan hal tersebut merupakan perusahaan yang menganggap penting penampilan fisik seperti perusahaan produk kosmetik atau kecantikan tentu tak jadi masalah. Yang jadi masalah adalah, ketika penampilan menjadi standar atau penilaian utama kinerja karyawan oleh perusahaan. Hal ini bisa dikatakan salah karena beberapa aspek kategori yang lain seperti kecerdasan, keuletan, kepemimpinan, dan kerja sama seolah-olah dianggap tak penting. Sehingga penilaian terhadap suatu individu hanya berasal dari pengamatan secara kasat mata.
Sangat disayangkan jika hallo effect ini menjadi sebuah kebiasaan yang merajalela dan nantinya dinormalisasikan. Bibit atau pola pikir (mindset) yang salah atau cenderung kaku ini menjadi standar utama tiap orang dalam memandang orang lain. Asumsi seseorang terhadap penampilan menjadikan beberapa orang merasa inferior dengan penampilan yang dimiliki. Padahal, dalam kenyataannya seluruh ciptaan Tuhan itu sempurna dan memiliki kelebihannya masing-masing. Sehingga jika kita memandang sebelah mata seseorang, secara tak langsung kita meremehkan ciptaan Tuhan.
Penulis : Alvin Ferdiansyah
Editor : Sakinatudh Dhuhuriyah